Pernah denger soal depresiasi lumen? Kalo kamu baru denger, santai aja. Yuk mari kita kupas tuntas apa itu depresiasi lumen dan kenapa ini penting buat pahami lampu LED yang lagi kamu pakai.
Depresiasi Lumen itu Apa sih?
Walau LED dikenal awet banget dan lebih tahan lama daripada lampu fluorescent atau metal halida, tapi faktanya gak ada lampu yang bisa nyala selamanya. Beda sama lampu tradisional yang bisa mati mendadak, LED tuh berkurang cahayanya pelan-pelan selama waktu pemakaian. Gini lho penjelasannya...
"Lumens" itu satuan buat ukur kecerahan lampu. Makin banyak lumens yang dihasilkan = makin terang. Ketika lampu LED baru dipasang, dia punya "lumens awal" atau jumlah cahaya yang dihasilkan setelah stabil dan sebelum mulai berkurang. Di fase ini lampu LED lagi di puncak kecerahan dan performa maksimalnya.
Tapi, seiring berjalannya waktu, jumlah cahaya yang dipancarkan LED bakal menurun. Penurunan ini yang disebut "deprésiasi."
Gimana sih Cara Hitung Depresiasi Lumennya?
Cara hitungnya gak ribet kok. Kita ambil output lumen LED di waktu tertentu (disebut "lumens rata-rata") trus dibagi dengan lumens awal LED tersebut. Hasilnya bakalan bentuk desimal. Contohnya, hasilnya 0,8 berarti LED masih ngedapetin 80% dari kapasitas awalnya.
Lampu LED Dianggap "Gagal" atau Butuh Ganti kapan?
Pertanyaannya adalah, kapan sih sebaiknya kita ganti lampu LED kita? Nah, ini masih jadi debat sih. Tapi umumnya, lampu LED harus diganti ketika mereka hanya bisa menghasilkan 70% atau kurang dari output lumennya yang awal. Momen ini yang disebut "lumen maintenance lifetime," atau L70. Jadi, lampu LED itu umurnya diukur dalam jam berapa lama dia bisa nyala sebelum cuma bisa ngasih 70% dari cahaya awal.
Misalnya nih, perhatiin panel LED datar LumeGen 2'x4' di bawah ini. Itu kotak kuning nunjukin L70 produk ini. Panel ini bakal kasih kamu cahaya top buat 50,000 jam sebelum nurun ke 70% dari cahaya awalnya!
Comentários